Sabtu, 29 November 2008

PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PENGUASA MENURUT HUKUM PERDATA


I. Pendahuluan .

Perbuatan melawan hukum atau Onrechtmatige daad dalam bahasa Belanda dikenal juga dengan istilah perbuatan melanggar hukum atau tindakan melawan hukum. Akan tetapi karena pada prinsipnya tidak ada perbedaan berarti dari macam-macam istilah tersebut, maka dalam makalah ini penulis menggunakan istilah Perbuatan melawan hukum.

Perbuatan melawan Hukum (Onrechtmatige daad) dalam perundang-undangan diatur dalam Pasal 1365 BW (Pasal 1401 BW Nederland).

Pasal 1365 itu sendiri tidak memberikan uraian apakah yang dimaksudkan dengan perbuatan melawan hukum . Pasal 1365 hanya menyebutkan bahwa : Tiap-tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1365 juga tidak membedakan berlakunya pasal ini bagi orang-orang biasa maupun bagi badan hukum, juga tidak membedakan antara badan hukum privat dan badan hukum publik, sehingga karenanya sebagai azas dapat dinyatakan baik orang perseorangan, badan hukum privat maupun badan hukum publik dapat saja berbuat melanggar hukum dan menimbulkan kerugian pada orang lain.

Tidak adanya penjelasan yang diberikan pasal 1365 tentang pengertian perbuatan melawan hukum, maka harus dicari pengertian perbuatan melawan hukum oleh Penguasa dimaksud, dalam Yurisprudensi dan atau/doktrin.

II. Tindakan Melawan Hukum Oleh Penguasa.

1. Tindakan Pemerintahan.

Pemerintah dengan alat perlengkapan/organ-organnya sebagai Penguasa dalam menjalankan tugasnya guna mencapai tujuan Negara melakukan tindakan-tindakan berdasarkan wewenang khusus. Segala tindakan dan kewenangan tersebut disebut Tindak Pemerintahan.

Mengenai tujuan Negara pada Era sekarang ini, seperti diketahui pada prinsipnya adalah menyelenggarakan kepentingan Umum.

Di Indonesia, perumusan mengenai tujuan Pemerintahan itu tercantum dalam Alenia IV Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : Untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…”.

2. Perlindungan terhadap Tindakan Penguasa

Dalam Rangka melaksanakan tugasnya, Pemerintah melakukan tindakan-tindakan yang tentu akan menyangkut kepentingan orang. Yang mana setiap tindakan yang dilakukan Pemerintah itu disatu fihak akan membawa keuntungan tetapi dilain fihak tidak jarang akan merugikan orang-orang tertentu.

Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk kepentingan umum, kadang-kadang Pemerintah merugikan orang Perseorangan. Karenanya dalam hal yang demikian Pemerintah sebagai Penguasa seyogyanya dalam melakukan tindakan selalu harus mempertimbangkan kepentingan yang perlu dilindungi.

Apabila in concreto suatu kepentingan umum dianggap bersifat lebih berat daripada kepentingan perseorangan, maka kepentingan orang perseorangan harus dikalahkan. Tetapi sebaliknya apabila kepentingan umum itu in concreto tidak begitu berat artinya tidak merugikan masyarakat bila diabaikan, sedang dengan mengabaikan kepentingan umum yang ringan itu ada dapat dipenuhi kepentingan orang perseorangan yang amat berat, maka selayaknya Negara dalam peristiwa ini harus dikalahkan, yaitu harus dianggap melakukan perbuatan melanggar hukum dan harus memberi ganti kerugian kepada orang perseorangan yang dirugikan sebagai akibat perbuatan Pemerintah itu

3. Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa.

Perbuatan melawan hukum tidak hanya berarti berbuat (atau tidak berbuat) yang melanggar hak subyektif orang lain ataupun bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku, akan tetapi meliputi juga berbuat (atau tidak berbuat) yang bertentangan dengan azas kepatutan, ketelitian serta sikap kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulannya dalam masyarakat terhadap milik orang lain.

Penguasa dapat juga melakukan tindakan yang melawan/melanggar azas kepatutan tadi, apabila Penguasa ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan dalam kedudukannya yang sama dengan orang perseorangan, dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan yang menurut hakikatnya tidak hanya dapat dilakukan oleh Penguasa, akan tetapi dapat juga dilakukan oleh orang perseorangan.

4. Kebijaksanaan Pemerintah

Dalam setiap kebijakan yang dibuat Penguasa haruslah betul-betul mempertimbangkan kepentingan umum, dan jangan sampai menimbulkan sesuatu yang pada sekarang ini disebut dengan abuse of politican power. Dimana pemerintah sebagai penguasa bertindak sewenang-wenang.

5. Penutup

Dalam menghadapi perkara-perkara Onrechtmatige Overheidsdaad betul-betul harus dipertimbangkan adanya keseimbangan antara kepentingan umum dan kepentingan-kepantingan perseorangan seperti yang dikehendaki oleh Pancasila sebagai azas negara.

WITH FRIENDS

Ki-Ka
Yetti Herawati, SH- Anie Kusrini, SH, Dessi Meliana, Yetti Febriandini, SH
Asnani Mariati, SH and Me.....

Jumat, 28 November 2008

LOVELY


Aditya Pandu Nugraha










Frisa Dwikirta Mayang Safitri











Leonditta El Islamiah











Muhammad Ferry Kamaruzaman

Kamis, 27 November 2008

WITH MY FAMILY









LATAR BELAKANG LAHIRNYA SOSIOLOGI HUKUM SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN.

Yang pertama-tama menggunakan istilah Sosiologi Hukum adalah Anzilotti pada tahun 1882. Waktu lahirnya, Sosiologi Hukum dipengaruhi oleh Disiplin (ilmu), yaitu : Filsafat Hukum, Ilmu Hukum dan Sosiologi yang orientasinya hukum.

1. Filsafat Hukum
Aliran-aliran filsafat hukum yang menjadi penyebab lahirnya Sosiologi Hukum adalah aliran Positivisme, yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan Stufenbau des Recht-nya. Menurut Kelsen ”hukum itu bersifat hirarkis” artinya ”hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi derajatnya”. Dimana urutannya adalah sebagai berikut :



Rata PenuhGrundnorm

Konstitusi

Undang-Undang
&
Kebiasaan

Putusan Badan Pengadilan


Mengenai Grundnorm, Kelsen tidak menyebutkan/menjelaskan apa yang dimaksud dengan Grundnorm, dan hanya merupakan penafsiran yuridis saja dan menyangkut hal-hal yang bersifat meta-yuridis.
Dengan demikian hanya Sosiologi Hukum yang dapat menjawab apa itu Grundnorm, yaitu merupakan dasar sosial daripada hukum. Dasar sosial dari hukum itu merupakan salah satu ruang lingkup Sosiologi Hukum.
Aliran-aliran Filsafat Hukum yang mendorong tumbuh dan berkembangnya Sosiologi Hukum adalah :
a. Mazhab Sejarah, yang dipelopori oleh Carl Von Savigny mengatakan bahwa: ”Hukum itu tidak dibuat, tapi tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat (Volkgeist)”.
b. Aliran Utility, dari Jeremi Bentham, konsepsinya: ”Hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia”.
c. Aliran Sociological Yurisprudence, dari Eugen Ehrlich, yang konsepsinya: ”Hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law)”
d. Aliran Pragmatic Legal Realism, dari Roscoe Pound, konsepsinya : ”Law is a tool of social engineering”.

2. Ilmu Hukum
Ilmu Hukum yang menganggap “hukum sebagai gejala social” banyak mendorong pertumbuhan Sosiologi Hukum. Tidak seperti Hans Kelsen yang menganggap hukum sebagai gejala normative dan bahwa hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir sosiologis (non yuridis)

3. Sosiologi yang berorientasi pada hukum
Para Sosiolog yang berorientasi pada hukum antara lain adalah Emile Durkheim dan Max Weber.
Emile Durkheim mengatakan bahwa dalam setiap masyarakat selalu ada solidaritas, ada yang solidaritas organis dan adapula solidaritas mekanis.
Dalam solidaritas mekanis, terdapat dalam masyarakat sederhana, hukumnya bersifat represif yang diasosiasikan seperti dalam pidana. Sedangkan dalam solidaritas organis, yaitu terdapat dalam masyarakat modern, hukumnya bersifat restitutif yang diasosiasikan seperti dalam perdata.
Max Weber menyatakan, dalam hukum ada empat tipe ideal yaitu :
a. irrasional formal
b. irrasional materiel
c. rasional formal (dalam masyarakat modern dengan mendasarkan konsep-konsep ilmu hukum)
d. rasional materiel


RUANG LINGKUP SOSIOLOGI HUKUM
Sebelum kita menguraikan tentang ruang lingkup Sosiologi Hukum, perlu dijelaskan terlebih dahulu di mana letak Sosiologi Hukum dalam Science Tree.
Untuk dapat mengetahuinya, kita akan bertitik tolak dari apa yang disebut dengan “disiplin”, yaitu system ajaran tentang kenyataan, yang meliputi disiplin analitis dan disiplin hukum (preskriptif).
Disiplin analitis contohnya : Sosiologi, Psikologi dan sebagainya; sedangkan disiplin hukum meliputi :
I. Ilmu-ilmu Hukum, yang dibagi lagi menjadi :
1. Ilmu Tentang Kaidah (kaidah = patokan tentang perikelakuan yang sepantasnya/seharusnya/seyogyanya).
2. Ilmu Tentang Pengertian-pengertian Dasar dan Sistem daripada hukum (pengertian dasar = subjek hukum – hak dan kewajiban – peristiwa hukum – objek hukum – hubungan hukum);
3. Ilmu Tentang Kenyataan yang meliputi :
Sosiologi Hukum; yaitu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
Antropologi Hukum; yaitu ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan bagaimana penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat modern.
Psikologi Hukum; yaitu ilmu yang mempelajari bahwa hukum itu merupakan perwujudan dari jiwa manusia.
Sejarah Hukum; ilmu yang mempelajari hukum positif pada masa lampau/Hindia Belanda sampai dengan sekarang)
Perbandingan Hukum; yaitu ilmu yang membandingkan sistem-sistem hukum yang ada di dalam suatu negara atau antar negara.

II. Politik Hukum; yaitu kegiatan memilih dan menerapkan nilai-nilai

III. Filsafat Hukum; yaitu kegiatan merenung, merumuskan, dan menyerasikan nilai-nilai

Kembali pada pokok persoalan, di mana ruang lingkup Sosiologi Hukum mencakup 2 (dua) hal, yaitu :
1. Dasar-dasar sosial dari hukum, contoh: hukum nasional Indonesia, dasar sosialnya adalah Pancasila, dengan ciri-cirinya : gotong-royong, musyawarah-kekeluargaan.
2. Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya, contoh :
UU PMA terhadap gejala ekonomi (tahun 1967)
UU Pemilu dan Partai Politik terhadap gejala politik
UU Hak Cipta tahun 1982 terhadap gejala budaza
UU Perguruan Tinggi terhadap gejala pendidikan.

Paradigma Sosiologi Hukum.
Paradigma (model) Sosiologi Hukum adalah pengaruh timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya, sebagai berikut :
1. Kelompok-kelompok Social Hukum
Contoh : Taruna Karya AD/ART

Pramuka I d e m

Dharma Wanita i d e m

Korpri i d e m

2. Lembaga-lembaga Social Hukum
Contoh : Desa UU tentang Pmrt Daerah

Perguruan Tinggi UU ttg PT

3. Lapisan Masyarakat/Strafikasi Hukum
Contoh : Strafikasi tetap harus memperhatikan pasal 27 UUD 1945, yaitu hukum tidak membedakan meskipun dalam kenyataan adanya lapisan-lapisan dalam masyarakat.

4. Kekuasaan dan wewenang Hukum
Contoh ; Presiden, MPR, DPR, MA, MK, kekuasaan dan wewenangnya diatur oleh UUD 1945.

5. Interaksi Social Hukum
Contoh Hukum berfungsi untuk memperlancar interaksi social, seperti dalam
- Perdata : Pasal 1338, 1320
- Pidana : Semua, dari gangguan terhadap jiwa – harta – kehormatan, dll.

6. Perubahan Social Hukum
Contoh - Perubahan sosial mempengaruhi hukum, seperti melahirkan UU PMA yang diubah sampai dengan tahun 1967
- Perubahan hukum menimbulkan perubahan social. Seperti UU Narkotika tahun 1976 sebagai perubahan dari ketentuan peninggalan Belanda, dimana bukan hanya pemadat tapi juga penanam dan pengedar mendapat hukuman yang berat.
- Khusus para petani yang tidak mengetahui bahwa tanaman ganja dilarang .

7.Masalah Social Hukum
Contoh :
- Kejahatan
- Pelacuran
- Korupsi dll
- KUHP dan KUHAP
- I d e m
- UU PTPK

Bagaimana masyarakat mengartikan hukum?
Untuk menjawabnya dapat dilihat pada kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat, di mana masyarakat mengartikan atau memberi arti hukum terlepas dari apakah itu benar atau salah, seperti tabel di bawah ini :

Golongan Masyarakat dan Arti Hukum
  • Ilmuwan Sebagai Ilmu Pengetahuan
  • Filosof/Teoritis dan Politisi (Politik Hukum) Sebagai Disiplin
  • Filosof Sebagai Kaidah
  • Filosof/Ahli Sosiologi Hukum Sebagai Lembaga Sosial
  • Buruh Sebagai Petugas
  • Pembentuk dan Pelaksana Hukum Sebagai Sarana Pengendalian Sosial
  • Lembaga Eksekutif Sebagai Proses Pemerintahan

Fungsi Hukum
Berfungsinya hukum tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi penegakkan hukumnya, antara lain :
Hukumnya; apakah memadai atau tidaknya dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Mentalitas Penegak Hukum; dalam arti menghayati atau tidaknya terhadap tugas dan kewajibannya.
Fasilitas; yang dapat memperlancar proses penegakkan hukum
Masyarakat; artinya derajat kepatuhan warga masyarakat yang ditentukan oleh factor pengetahuan, menghayati dan mentaati peraturan yang berlaku.

HUKUM DALAM ARTI DISIPLIN HUKUM

Suatu disiplin adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi. Dalam hal ini hukum dalam arti disiplin melihat hukum sebagai gejala dan kenyataan yang ada di tengah masyarakat. Apabila pembicaraan dibatasi pada disiplin hukum, maka secara umum disiplin hukum menyangkut ilmu hukum, politik hukum dan filsafat hukum. Apa sebenarnya pengertian ketiganya ini ?

1. Ilmu Hukum, intinya merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum.

2. Politik Hukum, mencakup kegiatan-kegiatan mencari dan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai tersebut bagi hukum dalam mencapai tujuannya.

3. Filsafat Hukum, adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, juga mencakup penyesuaian nilai-nilai, misalnya penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, antara kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan dengan pembaharuan.[1]


DISIPLIN HUKUM

Sebagimana telah dikemukakan di atas, disiplin hukum merupakan sistem ajaran yang menyangkut kenyataan atau gejala-gejala hukum yang ada dan “hidup” di tengah pergaulan.

Apabila dicermati lebih seksama, pengertian mengenai disiplin ini, maka dapat dibedakan antara disiplin analitis dan disiplin perspektif.

Disiplin analitis merupakan sistem ajaran yang menganalisa, memahami dan menjelaskan gejala-gejala yang dihadapi. Contohnya : Sosiologi, Psikologi, Ekonomi, dll.

à Disiplin Perspektif merupakan sistem-sistem ajaran yang menentukan apakah yang seyogyanya atau seharusnya dilakukan di dalam menghadapi kenyataan-kenyataan tertentu. Contohnya adalah : Hukum, Filsafat, dll.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa disiplin hukum merupakan disiplin perspektif yang berusaha menentukan apakah yang seyogyanya, seharusnya dan patut dilakukan dalam menghadapi kenyataan.


ILMU HUKUM

Secara garis besar ilmu hukum dapat dijelaskan sebagai berikut :[3]

à Ilmu Hukum adalah pengetahuan mengenai masalah yang bersifat manusiawi, pengetahuan tentang yang benar dan yang tidak benar menurut harkat kemanusiaan.

à Ilmu yang formal tentang hukum positif.

à Sintesa ilmiah tentang asas-asas yang pokok dari hukum

à Penyelidikan oleh para ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan teknik-teknik hukum dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari berbagai disiplin di luar hukum yang mutakhir.

à Ilmu Hukum adalah ilmu tentang hukum dalam seginya yang paling umum. Segenap usaha untuk mengembalikan suatu kasus kepada suatu peraturan. Dll

Dengan berbagai pendapat tersebut, maka akan semakin jelaslah mengenai ruang lingkup yang dipelajari oleh ilmu hukum. Termasuk dalam ilmu hukum ini adalah :[4]

à Ilmu Kaidah. Yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem-sistem kaidah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum.

à Ilmu Pengertian, yaitu ilmu tentang pengertian-pengertian pokok dalam hukum. Seperti misalnya subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan objek dari hukum itu sendiri.

à Ilmu Kenyataan, yang menyoroti hukum sebagai peri kelakuan atau sikap tindak, yang antara lain dipelajari dalam sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.

`




Sebagaimana telah dikemukakan bahwa ilmu tentang kenyataan atau Tatsachenwissenschaft atau Sienwessenschaft yang menyoroti hukum sebagai perikelakuan atau sikap tindak. Termasuk sebagai ilmu-ilmu dalam kenyataan tentang hukum adalah :

1. Sosiologi Hukum; ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis. Dengan sosiologi hukum kita dapat mengetahui dan memahami faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat proses penegakkan hukum dalam masyarakat. Misalnya :[5]

à Bagaimana keadaan hukumnya, apakah masih memadai atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

à Bagaimana keadaan para penegak hukumnya, apa menjalankan tugas-kewajibannya secara konsekwen atau tidak, apakah mereka menindak pelanggar hukum tanpa membeda-bedakan status sosial, jabatan, dll.

à Bagaimana keadaan fasilitas/sarananya, apakah menunjang atau memadai? (terutama dalam proses penyidikan dalam perkara pidana)

à Bagaimana keadaan masyarakatnya, apakah ikut membantu penegakkan hukum atau justru menghambat proses penegakkan hukum.

Dengan sosiologi hukum, mereka yang mempelajarinya akan memberi kemampuan untuk :

à Memahami hukum dengan konteks sosialnya;

Ex ; mempelajari hukum waris selalu terikat dengan masyarakatnya, seperti misalnya masyarakat Tapanuli mencerminkan masyarakatnya yang Patrilinieal, dimana anak laki-laki menjadi ahli warisnya; demikian pula halnya dengan hukum waris masyarakat Minangkabau berlatar belakang sistem masyarakatnya yang Matrinieal dimana kemenakan dari garis ibu yang menjadi ahli waris.

à Menganalisa dan konstruksi terhadap efektivikasi hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial (a tool of social control) maupun sebagai sarana untuk mengubah masyarakat (a tool of social engeeneering)

Ex :

§ Tidak atau belum efektifnya peraturan tentang UU Lalu Lintas Jalan Raya (UU No. 14 Tahun 1992), disebabkan karena masyarakat maupun petugas/penguasa tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sebagaimana tersebut dalam ketentuan tersebut, malahan melanggarnya. Dalam hal ini hukum yang akan melakukan pengawasan dan pengendalian masyarakat maupun penguasa/petugas agar mematuhi peraturan-peraturan tentang hal tersebut. ( a tool of social control)

§ Demi suksesnya Program Keluarga Berencana, Bupati Sukoharjo telah menganjurkan supaya instansi yang ada di daerahnya tidak memberikan cuti hamil bagi ibu-ibu yang menantikan kelahiran anak keempat. Ide itu baru diucapkan di depan Ka Dinas dan Jawatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah.[6] Anjuran Bupati tersebut jelas merupakan anjuran yang ingin mengubah kebiasaan warga masyarakat di daerahnya ke arah terlaksananya Program Keluarga Berencana, suatu rekayasa sosial sesuai pikiran Bupati tersebut, tetapi dapat membahayakan kesehatan ibu-ibu yang hamil, bahkan tidak mustahil berakibat yang lebih fatal, misalnya terjadi abortus dari ibu-ibu yang hamil. Belum lagi jika Bupati tersebut sampai digugat ganti rugi dalam hal terjadi kecelakaan atau gangguan kesehatan dari ibu hamil. (dampak negatif). Dan Putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1954 yang menetapkan bahwa orang kulit hitam harus dipersamakan dengan orang kulit putih (dampak positif)

§ Dengan UU No.9 Tahun 1976 (sekarang menjadi UU No. 5 Tahun 1997), yang merupakan perbaikan dari ketentuan-ketentuan peninggalan Belanda, di mana pada waktu itu yang dikenakan sanksi hanyalah pemadat/pemakai narkotika. Sedangkan UU No.9 Tahun 1976 (Sekarang menjadi UU No. 5 Tahun 1997) tersebut di atas memberikan ancaman hukuman yang berat terhadap para penanam dan pengedar bahan-bahan narkotika. Terutama kepada para petani yang disuruh menanam ganja.

à Mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.

Ex ; Dengan melakukan penilaian atas peraturan-peraturan yang berlaku, apakah peraturannya yang perlu diperbaiki atakah para penegak hukumnya yang perlu diperbaiki, ataukah fasilitasnya yang perlu ditambah atau masyarakatnya yang memungkinkan lancarnya proses penegakkan hukum;

2. Antropologi Hukum; ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan bagaimana penyelesaiannya dalam masyarakat sederhana dan masyarakat modern.

Metode pendekatan antropolog menurut Euber : suatu segi yang menonjol dari ilmu antrologi adalah pendekatan secara menyeluruh yang dilakukan terhadap manusia. Para Antropolog mempelajari tidak hanya semacam jenis manusia, mereka juga mempelajari semua aspek dari pengalaman manusia, seperti penulisan tentang gambaran tentang bagian dari sejarah manusia, lingkungan hidup dan kehidupan keluarga-keluarga, pemukiman, segi-segi ekonomi, politik, agama, gaya, kesenian dan berpakaian, bahasa dan sebagainya.

Ex : pola penyelesaian sengketa masyarakat dalam kasus “ kawin lari”.

§ Untuk masyarakat sederhana pola sengketa dan penyelesaiannya adalah dalam bentuk putusan penguasa adat dan putusan masyarakat adat

§ Untuk masyarakat modern, pola sengketa dan penyelesaiaannya adalah dalam bentuk Putusan/Vonis Hakim Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.

3. Psikologi Hukum; ilmu yang mempelajari bahwa hukum itu merupakan perubahan perwujudan jiwa manusia. Atau dapat juga dikatakan bahwa Psikologi Hukum adalah suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia.

Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang prilaku manusia (human behaviour), maka dalam kaitannya dengan studi hukum, ia akan melihat hukum sebagai salah satu dari pencerminan perilaku manusia.

Ex: Perwujudan jiwa manusia itu dapat berupa :

à Tindakan mentaati peraturan yang berlaku;

à Tindakan melanggar peraturan yang berlaku;

à Tindakan yang termasuk dalam ontocrekening vatbaarheid dalam pidana (Pasal 49 KUHP dst, berupa keadaan overmacht-noodwer exeess-tekanan atasan-gangguan jiwa)

à Peranan sanksi pidana terhadap kriminalitas, dll

4. Sejarah Hukum; ilmu yang mempelajari hukum-hukum pada masa lampau/penjajahan sampai dengan masa sekarang). Sejarah hukum juga adalah salah satu idang studi ilmu hukum yang mempelajari perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu, dan memperbandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu

Ex: Di Indonesia, dibatasi sejak zaman Hindia Belanda sampai dengan sekarang (Orde Reformasi). Sekarang, ternyata masih menggunakan aturan yang berlaku pada zaman Hindia Belanda, misalnya :

à KUHP (Wetboek Van Straafrecht)

à KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek)

à UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 66; dimana ketentuan GHR (Stb.1898 No.158) HOCI/Stb. 193 No. 74), BW masih bisa dijadikan pedoman bila ternyata ada masalah yang tidak diatur oleh UU tersebut di atas.

5. Perbandingan Hukum; suatu metode studi hukum yang mempelajari perbedaan sistem hukum antara negara yang satu dengan yang lain. Atau membandingkan sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan bangsa yang lain.dapat juga dikatakan bahwa Perbandingan Hukum adalah ilmu yang membandingkan sistem-sistem hukum yang ada pada satu negara atau antar negara.

Ex : Dalam satu negara, misalnya di Indonesia dengan memperbandingkan antara sistem hukum masyarakat Minangkabau-Tapanuli-Bugis-Dayak-Makasar-Sunda-Jawa, dan lain-lain. Sedangkan perbandingan hukum antar negara misalnya; antara Hukum yang berlaku di Indonesia dengan Malaysia-Singapore-Amerika, dll.[7]



[1] Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hal. 43

[2] Ibid.

[3] Ibid, hal.46

[4] Ibid.

[5] Otje Salman, Sosiologi Hukum Suatu Pengantar, PT. Armio, Bandung, 1983, hal.24

[6] Sinar Harapan, 15 Januari 1980

[7] Materi disampaikan pada kuliah “Pengantar Ilmu Hukum”, oleh Shinta Paramita Sari, SH. M.Hum, tgl 28 September 2006 di STIH Serasan Muara Enim.

Rabu, 19 November 2008

Sebuah Catatan dari "Youkee Recovery"



THIS IS LOVE..
LOVE is temporary madness, it erupts like an

earthquake subsides. .
And when it subsides you have to make a decision..
You have to work out whether your roots have become

so entivined together
That it is inconceivable that you should ever part..
Because this was LOVE is..
LOVE is not breathlessness, it is not excitement..

it is not promulgation of promises of eternal

passion
That is just being in LOVE, which any of us can

convince our self we are..
LOVE it self is what left over being in LOVE has

burned away..
And this both an art and a fortunate accident..
It is a mystery why we fall in love..
It is a mystery now it happens..
It is mystery when it comes
It is a mystery why some LOVE grows and some LOVE

fails, you can analyze this mystery..
And look for reasons and causes , but you will

never do anymore that take the life out of the

experience
LOVE is more than the sum of interest and attraction

and commonalities that 2 people share
And just as life it self is a gift that comes and

goes in its own time, so too, the coming of love

must be taken as an unfathomable gift that can’t be

questioned in its ways..
remember that you don't choose LOVE, LOVE choose

you, all you can realy do is accept it for all its

mystery when its comes to your life..
LOVE has its time, its own season its own reason for

comming and going.. you cannot bribe it or coerce or

reason it into staying.. you can only embrace it

when it arrives and gift it away when it comes to

you.. but if it chooses to leave from your heart,

theres is nothing you can do and theres nothing you

should do..
LOVE always has been and always will be a mystery.

the most wonderful of all things in life is the

discovery of another human being with whom ones

relationship has a growing deptly beauty and joy as

the years increase.. this inner progressiveness of

love between 2 human beings is a most marvelous

thing; it can be found by looking for it or by

passionately wishing for it , it is a sort of divine

accident, and the most wonderful of all things in

live. LOVE means to commit oneself without

guarantee, to give oneself completely in the hope

that our LOVE will produce love in the love person.
LOVE is an act of faith, and whoever is of little

faith is also of little love.. you come to LOVE not

by finding the perfect person, but by seeing an

imperfect person perfectly.. LOVE is the emblem of

eternity, it confounds all notion of time, effaces

all memory of a beginning, all fear of end.. LOVE is

like a friendship caught on fire, in the beginning a

flame, very pretty, often hot an dfierce, but still

only light and flickering.. as LOVE grows older, our

hearts mature and our LOVE becomes as coals, deep

burning and unquenchable.. LOVE is as much of an

object as an obsession, everybody wants it,

everybody seeks it, those who do will cherish it, be

lost in it and among all, never.. never forget it..
LOVE feels no burden, regards not labors, strives

toward more than it attains, argues not

impossibility, since it believes that it may and can

do all things.. therefore it avails for all things,

and fulfils and accomplishes much where one not a

lover falls and lies helpess.. True LOVE is like

ghosts, which everybody talks about and few have

seen.. LOVE doesn't sit there like a stone, it has

to be made, like bread, remade all the time, made

new.. you will never know true happiness until you

have truly LOVEd, and you will never understand what

pain really is until you have lost.. love is a

hidden fire, pleasant sore, a delicious poison, a

delectable pain, an agreeable torment, a sweet and

trobbing wound, a gentle death.. life as taught us

that LOVE does not consist in gazing at each other

but in looking outward together in the same

direction.. LOVE is symbol of eternity. it wipes out

all sense of time, destroying all memory of a

biginning and all fear of an end.. LOVE is a sweet

tyranny, because the lover endureth his torments

willingly.. LOVE never reasons but profusely gives,

gives, like a thoughtless prodigal, its all, and

trembles lest it has done too little.. love withers

under constraints, its very essence is liberty,it is

compatible neither with obedience, jealouy, nor

fear, it is there most pure, perfect, and unlimited

where its votaries live in confidence, equality and

unreserve..
L..O..V..E.....

Minggu, 16 November 2008

PIHAK - PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

Pemeriksaan perkara pidana di Indonesia secara normatif (substantif) menunjuk kepada peraturan induknya yang termaktub dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), beserta aturan lainnya yang memiliki keterkaitan dengan ketentuan tersebut. Tahapan pemeriksaan menurut KUHAP dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Tahap Penyelidikan
2. Tahap Penyidikan
3. Tahap Penuntutan
4. Tahap Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
5. Upaya Hukum Biasa dan Luar Biasa
6. Pelaksanaan Putusan Pengadilan (Eksekusi)
Tahapan pemeriksaan ini diatur secara rinci dalam KUHAP yang pada prinsipnya memberikan kewenangan tertentu kepada lembaga administratif-birokratis untuk melaksanakan sistem, mekanisme aturan, serta menjamin hak tersangka dalam proses pemeriksaan.
Pada kondisi demikian, peradilan pidana memiliki kekuasaan luar biasa besar, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Persoalannya adalah, seberapa jauh tugas pemeriksaan perkara dilaksanakan seperti harapan banyak pihak ditujukan terhadap bekerjanya aparatur penegak hukum, mampu atau tidak memberikan perlindungan terhadap masyarakat, karena kecenderungan yang selama ini muncul adalah bahwa peradilan pidana lebih bersifat formal administratif/birokratis. Hal ini muncul sebagai konsekuensi dari semakin superiornya peradilan dan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan fungsi administrasi peradilan untuk menanggulangi kejahatan.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam KUHAP maka terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan perkara pidana, yakni :
1).Tersangka/Terdakwa
2). Penyidik dan Penyelidik
3). Jaksa Penuntut Umum
4). Penasehat Hukum/Advokat
5). Hakim

Ad 1. Tersangka/Terdakwa
Dalam KUHAP dibedakan mengenai istilah “Tersangka” dan “Terdakwa”. Perbedaan tersebut dapat ditemukan pada ketentuan Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14 dan 15 KUHAP yang menentukan bahwa :
- Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 14 KUHAP).
- Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan. (Pasal 1 angka 15 KUHAP)
Dari ketentuan tersebut dapatlah dijabarkan bahwa apabila seseorang diduga melakukan suatu tindak pidana kemudian dilakukan penyelidikan oleh pihak Kepolisian dan selanjutnya berkas perkara (BAP) diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum maka status orang tersebut masih sebagai “tersangka”, sedangkan apabila perkara itu telah dilimpahkan ke Pengadilan untuk diperiksa, dituntut dan diadili maka berubahlah status “tersangka” itu menjadi “terdakwa”.
Apabila diperbandingkan penyebutan istilah “tersangka” atau “terdakwa” ini, maka dalam ketentuan Wetboek van Strafvordering Belanda (Ned. Sv.) kedua istilah tersebut tidak dibedakan, akan tetapi hanya disebut dalam satu istilah saja yaitu “verdachte”. Pada ketentuan Pasal 27 ayat (1) Ned. Sv. Istilah “tersangka” ditafsirkan secara lebih luas dan lugas yaitu dipandang sebagai orang karena fakta-fakta atau keadaan-keadaan menunjukan patut diduga bersalah melakukan suatu tindak pidana .
Dalam praktek pemeriksaan perkara pidana hal yang paling mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak tersangka/terdakwa baik dari tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan. Mengenai hal ini, KUHAP telah memberikan jaminan terhadap hak-hak tersangka/terdakwa antara lain :
1. Hak untuk dengan segera mendapatkan pemeriksaan oleh Penyidik, diajukan ke Penuntut Umum dan perkaranya dilimpahkan ke pengadilan untuk diadili (Pasal 50 ayat (1), (2) dan (3) KUHAP).
2. Hak agar diberitahukan secara jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya dan didakwakan pada waktu pemeriksaan (Pasal 51 butir (a) dan (b) KUHAP).
3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan kepada hakim pada waktu tingkat penyidikan dan pengadilan (Pasal 52 KUHAP).
4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1) KUHAP).
5. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum guna kepentingan pembelaan selama dan waktu dan setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP).
6. Hak untuk memilih Penasehat Hukumnya sendiri (Pasal 55 KUHAP) serta dalam hal tidak mampu berhak didampingi Penasihat Hukum secara cuma – cuma/prodeo sebagaimana dimaksudkan ketentuan Pasal 56 ayat (1) dan (2) KUHAP.
7. Hak tersangka apabila ditahan untuk dapat menghubungi Penasihat Hukum setiap saat diperlukan dan hak tersangka/terdakwa warga negara asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (1) dan (2) KUHAP.
8. Hak tersangka atau terdakwa apabila ditahan untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya (Pasal 58 KUHAP).
9. Hak agar diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka/terdakwa apabila ditahan untuk memperoleh bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak berhubungan dengan keluarga sesuai maksud si atas (Pasal 59 dan Pasal 60 KUHAP)
10. Hak tersangka atau terdakwa secara langsung atau dengan perantaraan penasihat Hukumnya menerima kunjungan sanak keluarganya guna kepentingan pekerjaan atau kekeluargaan (Pasal 61 KUHAP).
11. Hak tersangka atau terdakwa mengirim atau menerima surat dengan Penasihat Hukumnya (Pasal 62 KUHAP).
12. Hak tersangka atau terdakwa menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan (Pasal 63 KUHAP).
13. Hak agar terdakwa diadili di sidang pengadilan secara terbuka untuk umum (Pasal 64 KUHAP).
14. Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65 KUHAP).
15. Hak tersangka atau terdakwa agar tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66 KUHAP).
16. Hak tersangka atau terdakwa mendapatkan ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68 jo Pasal 95 ayat (1) jo Pasal 97 ayat (1) KUHAP).
17. Hak terdakwa mengajukan keberatan tentang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan (Pasal 156 ayat (1) KUHAP.
18. Hak terdakwa untuk mengajukan banding, kasasi dan melakukan Peninjauan kembali (Pasal 67 jo Pasal 233, Pasal 244 dan Pasal 263 ayat (1) KUHAP).

Ad.2 Penyidik dan Penyelidik
KUHAP dengan tegas membedakan istilah “Penyidik” atau “opsporing/interrogation’ dan “Penyelidik”. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP disebutkan bahwa “penyidik” adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa “Penyidikan” itu adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
Andi Hamzah, secara global menyebutkan beberapa bagian Hukum Acara Pidana yang menyangkut penyidikan adalah :
1. Ketentuan tentang alat-alat penyidikan
2. Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik
3. Pemeriksaan di tempat kejadian
4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa
5. Penahanan sementara
6. Penggeledahan
7. Pemeriksaan atau interogasi
8. Berita Acara (penggeledahan, interogasi dan pemeriksaan di tempat)
9. Penyitaan
10. Penyampingan perkara
11. Pelimpahan perkara kepada Penuntut Umum dan pengembaliannya kepada Penyidik untuk disempurnakan.
Adapun mengenai “Penyelidik” menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP adalah orang yang melakukan “Penyelidikan” yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa tampak jelas hubungan erat tugas dan fungsi “penyidik” dan “penyelidik”. Penyelidikan bukanlah fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan, yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum.

Ad.3 Jaksa Penuntut Umum
Dalam KUHAP dibedakan pengertian istilah antara “Jaksa” dan “Penuntut Umum”. Pasal 1 angka 6 KUHAP menegaskan bahwa :
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
b. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim.

Dari batasan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pengertian “Jaksa” dihubungkan dengan aspek jabatan sedangkan pengertian “Penuntut Umum” berhubungan dengan aspek fungsi dalam melakukan suatu penuntutan dalam persidangan.
Dalam hal-hal tertentu dapat saja penyidikan dilakukan oleh Kejaksaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo Pasal 30 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI khususnya Tindak Pidana Ekonomi (UU No.7 drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi) dan Tindak Pidana Korupsi (UU No 31 Tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001) masih dimungkinkan penyidikan dilakukan oleh Kejaksaan.

Ad.4 Penasehat Hukum/ Advokat
Bertitik tolak bahwa KUHAP lebih memperhatikan hak-hak azasi manusia maka eksistensi Advokat/Penasehat Hukum dalam mendampingi tersangka/terdakwa dirasakan penting sifatnya.
Dalam praktek, sebelum mendampingi seorang terdakwa di persidangan maka Penasehat Hukum harus mendapatkan “Surat Kuasa Khusus” dari terdakwa yang kemudian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang menyidangkan perkara tersebut atau dapat ditunjuk secara lisan oleh terdakwa dipersidangan dan apabila terdakwa seorang yang tidak mampu dapat didampingi oleh Penasehat Hukum yang ditunjuk pengadilan berdasarkan “Penetapan” penunjukan oleh Majelis Hakim yang menyidangkan perkara itu. Untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma maka terdakwa itu harus membuktikan dirinya tidak mampu berdasarkan surat keterangan dari pemerintah setempat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 56 KUHAP maka Penasehat Hukum sangat diperlukan, karena pasal tersebut menyebutkan adanya kewajiban bagi pejabat untuk menunjuk penasehat hukum bagi terdakwa yang diancam pidana mati atau ancaman pidana lima tahun atau lebih, juga bagi mereka yang tidak mampu.
Adapun hak-hak Penasehat Hukum yang bersifat fundamental dapatlah disebut antara lain berupa :
1. Penasehat Hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang (Pasal 69 KUHAP).
2. Penasehat Hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaannya (Pasal 70 ayat (1) KUHAP).
3. Penasehat Hukum tersangka dapat meminta turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya (Pasal 72 KUHAP).
4. Penasehat Hukum berhak menerima dan mengirim surat kepada tersangka (Pasal 73 KUHAP).

Ad.5. Hakim
Dalam suatu negara hukum seperti halnya Indonesia, maka tugas Hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan merupakan salah satu dasar yang pokok dan utama. Di samping sebagai Pegawai Negeri, Hakim juga berkewajiban menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 28 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dalam menangani suatu perkara pidana, Hakim mempunyai wewenang antara lain :
1. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan (Pasal 20 ayat (3), dan Pasal 26 ayat (1) KUHAP).
2. Memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau orang, berdasarkan syarat yang ditentukan (Pasal 31 ayat (1) KUHAP).
3. Mengeluarkan “Penetapan” agar terdakwa yang tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama dan berikutnya (Pasal 154 ayat (6) KUHAP).
4. Menentukan tentang sah atau tidaknya segala alasan atas permintaan orang yang karena pekerjaanya, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia dan minta dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi (Pasal 170 KUHAP).
5. Mengeluarkan perintah penahanan terhadap seorang saksi yang diduga telah memberikan keterangan palsu di persidangan baik karena jabatannya atau atas permintaan Penuntut Umum atau Terdakwa (Pasal 174 ayat (2) KUHAP).
6. Memerintahkan perkara yang diajukan oleh Penuntut Umum secara singkat agar diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa setelah adanya pemeriksaan tambahan dalam waktu 14 (empat belas) hari akan tetapi Penuntut Umum belum dapat juga menyelesaikan pemeriksaan tambahan tersebut (Pasal 203 ayat (3) huruf (b) KUHAP).
7. Memberikan penjelesan terhadap hukum yang berlaku, bila dipandang perlu di persidangan, baik atas kehendaknya sendiri mapun atas permintaan terdakwa atau Penasehat Hukum-nya (Pasal 221 KUHAP).
8. Memberikan perintah kepada seorang untuk mengucapkan sumpah atau janji di luar sidang (Pasal 223 ayat (1) KUHAP).